TIMES POSO, PACITAN – Ironi pupuk bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Pacitan. Meski stok pupuk bersubsidi melimpah, realisasi penyalurannya justru tersendat.
Hingga akhir Mei 2025, dari total kuota 29.563 ton, pupuk yang tersalurkan baru 6.864 ton atau hanya 23,22 persen. Artinya, lebih dari 22 ribu ton pupuk masih ngendon di gudang.
Kondisi ini langsung menyulut reaksi keras dari DPRD Pacitan. Ketua Komisi II DPRD, Rudi Handoko, tak menutup kekesalannya.
“Dulu saat pupuk langka, kami pontang-panting cari solusi. Sekarang stok ada, malah serapannya seret. Kalau dibiarkan, bisa-bisa alokasi kita dialihkan ke daerah lain,” tandas Rudi, Senin (16/6/2025).
Rudi menyebut, rendahnya serapan pupuk bukan perkara sepele. Jika hingga pertengahan tahun serapan tak tembus 50 persen, besar kemungkinan jatah pupuk Pacitan akan direlokasi ke kabupaten lain. Ia mengaku geram, karena saat petani teriak kekurangan pupuk, DPRD ikut kena getahnya.
“Kalau nanti jatah dikurangi karena dianggap tak butuh, masyarakat juga yang rugi. Kami yang dituding gagal perjuangkan hak petani. Ini harus jadi alarm buat DKPP,” ucapnya tajam.
Ia mendesak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan segera melakukan evaluasi menyeluruh. Rudi bahkan mengancam akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dalam waktu dekat.
“Jangan cuma duduk di belakang meja. Kami mau tahu, apa masalahnya? Sosialisasinya seperti apa? Apa petani kesulitan akses? Atau memang SDM di dinasnya kurang sigap?” katanya.
Menurutnya, tidak ada alasan untuk membiarkan pupuk mengendap terlalu lama. "Kalau distribusi lambat, artinya implementasi DKPP yang bermasalah. Ini soal hajat hidup petani kita. Jangan anggap remeh,” tegas Rudi.
Data DKPP memang bicara banyak. Pupuk NPK jadi yang paling banyak tersalurkan dengan 3.405 ton dari kuota 12.552 ton (27,13 persen). Pupuk UREA menyusul dengan 3.239 ton dari 15.696 ton (20,64 persen). Pupuk organik baru tersalur 217 ton dari 1.296 ton. Sementara NPK Formula Khusus paling miris: baru 0,5 ton dari 19 ton.
Jika ditarik lebih rinci, Kecamatan Tulakan mencatat serapan pupuk UREA tertinggi, yakni 517 ton dari kuota 1.964 ton. Namun, Donorojo memprihatinkan: hanya 40 ton terserap dari 780 ton (5,23 persen).
Untuk pupuk NPK, Kecamatan Bandar paling aktif dengan serapan 561 ton (38,38 persen). Punung, Pringkuku, dan Ngadirojo bahkan nihil dalam penerimaan pupuk formula khusus.
Sebelumnya, Kepala DKPP Pacitan, Sugeng Santoso melalui Kepala Seksi Pupuk dan Pestisida, Erwin Erni Ernawati, mengakui rendahnya realisasi. “Kami terus lakukan monitoring dan koordinasi. Penyaluran masih berlangsung, beberapa kendala teknis di lapangan sedang kami identifikasi,” ujarnya.
Namun pernyataan itu belum cukup memuaskan pihak legislatif. Rudi menekankan bahwa DKPP tak bisa berlindung di balik alasan administratif.
“Kalau memang petani kesulitan input data, ya bantu dong! Jangan biarkan sistem jadi penghambat. Kami ingin tahu detail: luas lahan di tiap kecamatan, sebaran distribusi, animo petani, sampai efektivitas sosialisasi. Jangan sampai pupuk jadi stok mati,” cetusnya.
Sebagai pembanding, pada 2024 lalu, dari total alokasi 24.672 ton, realisasi serapan pupuk bersubsidi di Pacitan mencapai 93,37 persen. Bahkan pupuk NPK terserap 94 persen lebih. Kini, angka itu justru jeblok, dan ini jadi pertanyaan besar: ada apa sebenarnya?
Komisi II DPRD memastikan akan turun ke lapangan jika kinerja DKPP tak membaik. “Kami tidak akan tunggu sampai petani ribut dulu. Mumpung masih pertengahan tahun, serapan harus digenjot. Minimal tembus 50 persen dulu,” tandas Rudi.
“Ini bukan main-main. Jangan anggap ini cuma soal pupuk. Ini soal pangan, soal keberlangsungan hidup petani kita. Kalau pemerintah tidak hadir, siapa lagi?” tutup Rudi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pacitan Krisis Serapan Pupuk Bersubsidi, Dewan Akan Panggil DKPP
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |